Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar mengatakan meminta
pemerintah daerah tidak memecat tenaga honorer kategori dua (K2) yang
gagal tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Para tenaga honorer K2 tetap bekerja sesuai bidang yang sebelumnya
dikuasai, seraya menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah turunan
Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
“Draft PP masih
digodok oleh kementerian bersama akademisi. PP rencananya akan
diterbitkan paling lama Agustus mendatang,” papar Azwar Abubakar seperti
dikutip dari website
Sekretariat Kabinet, Rabu (26/2/2014).
Azwar menjelaskan, munculnya masalah tenaga honorer sebagai hasil salah urus atau
missmanagement
di masa lalu, di mana pemerintah daerah menerima tenaga kerja tanpa
seleksi, tanpa melalui proses persaingan yang sehat, dan mendasarkan
pada kebutuhan, sehingga akibatnya jumlah tenaga honorer tidak
terkendali.
“Saya bisa paham perasaan para honorer yang tidak
lulus untuk formasi 2013. Tapi ketahuilah bahwa yang sedang kita
selesaikan ini adalah permasalahan dari warisan 15 tahun lalu,” kata
Azwar.
Dia mengaku memberanikan diri mengambil risiko untuk menyelesaikan
persoalan yang tidak mudah itu, dengan melakukan seleksi para tenaga
honorer untuk bisa diangkat menjadi CPNS.
Ia menyebutkan, dalam
tahun 2013, sebanyak 340 ribu tenaga honorer telah diangkat menjadi CPNS
di lingkup pemerintahan se-Indonesia. Dengan rincian, 86 ribu honorer
K1, ditambah 36 ribu honerer K1 yang tercecer, dan diluluskan lagi 218
ribu honorer K2 untuk formasi 2013 pada Februari 2014 ini.
Hingga kini, sekitar 30% dari total honorer se-Indonesia sudah
diangkat jadi PNS. “Pastilah ada yang tidak lulus. Karena tidak lulus,
pastilah ada yang tidak puas,” ujar Azwar.
Menurut Azwar, jumlah
tenaga honorer K-II yang mengikuti tes calon pegawai negeri sipil (PNS)
tercatat sebanyak 605.179 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 254.774
orang (42%) merupakan tenaga pendidik, 17.124 orang (2,83%)merupakan
tenaga kesehatan, 5.585 orang (0,92%) merupakan tenaga penyuluh, dan
327.696 orang (54%) merupakan tenaga teknis/administrasi.
Dari
sisi jumlah peserta tes itu, lanjut Azwar, tampaknya terdapat
kejanggalan. Pasalnya, database yang ada semula jumlah tenaga honorer
hanya sebanyak 172 ribu. Tetapi peserta tes pada 3 November 2013
ternyata membludak hingga lebih dari 600 ribu orang.
Bahkan,
belakangan banyak aduan bahwa mereka yang lulus ternyata tenaga honorer
yang masuknya sudah di atas tahun 2005. Hal ini jelas tidak sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 48/2005 jo. PP. No.
43/2007, dan PP No. 56/2012.
Azwar tidak menampik kemungkinan
kalau banyak pihak yang melakukan rekayasa, memasukkan orang baru dan
memanipulasi data, sehingga honorer lama tersingkir lantaran tesnya
kalah dengan yang masih muda-muda.
“Saya paham, kalau
saudara-saudara yang masa kerjanya lebih lama dan umurnya sudah di atas
40-an, sulit mengalahkan anak-anak yang masih muda,” ujar Azwar.
Menurut
dua, kalau ditelusuri lebih lanjut, persoalan yang muncul terkait hasil
tes CPNS untuk tenaga honorer K2 itu sebenarnya ada di daerah, sebab
merekalah yang mengusulkan nama-nama peserta tes honorer K2.
Azwar
menegaskan, setiap usulan peserta itu ditandatangani oleh bupati,
walikota atau gubernur selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK). Namun
Azwar tidak ingin satu sama lain melempar masalah, dan lari dari
tanggung jawab. Justru masalah ini harus diselesaikan bersama-sama,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk itu, dia meminta para kepala daerah untuk mengusut atau melakukan investigasi guna mencari honorer K2 yang bodong.
“Tetapi jangan beralasan bahwa usulan itu ditandatangani oleh bupati
atau walikota sebelumnya, Sekda sebelumnya, atau Kepala BKD sebelumnya,
kemudian sekarang mengatakan bahwa tidak membutuhkan pegawai dengan
jabatan yang ada,” pesannya.
(Nurseffi Dwi Wahyuni)